Kelompok seni Dangsak di Peniron hanya ada 1 grup, yaitu di Dusun Perkutukan yang berdiri pada tahun 1992. Sebelum itu, dangsak adalah seni khas dari dusun Kebayeman di desa Watulawang yang sudah ada berpuluh-puluh tahun lamanya.
Lantas apa yang khas dari seni Dangsak?
Kedua: topeng raksasa dan kostum penarinya. Topeng raksasa dengan kombinasi kostum penari yang serba hitam menjadikan seni ini membuat takut sebagian orang terutama anak-anak.
Yang ketiga adalah seni tarinya. Sebuah kelompok tarian yang terdiri dari 8-12 penari pria. Tarian dangsak sebagian hampir mirip dengan tari kuda lumping, tetapi lebih kental unsur “liar”nya. Termasuk cara “trance” atau kesurupan dalam seni dangsak juga mirip kuda lumping, hanya “ugal-ugalan”. Konon tari dangsak atau cepet rolas memang menceritakan dan menggambarkan perilaku raksasa dari hutan.
Yang keempat adalah alat musiknya. Dulu, dangsak hanya bermodal 2 buah kentongan dan sebuah kaleng bekas sebagai alat musik, terutama jika sedang melakukan pawai. Tetapi untuk tarian, dangsak menggunakan perangkat gamelan mini.
Dangsak memang khas, sayang seni ini sepertinya tidak terkelola dengan baik dan profesional. Hal ini terlihat dari kostum dan asesoris penari yang kurang menunjukkan tampilan dengan sentuhan seni.
Demikian pula dalam hal gerakan penari yang perlu keterpaduan gerakan maupun koreografi.
Saya sendiri kurang bahkan tidak mengerti tentang seni, tetapi jika dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin dangsak bisa lebih populer. Dari bincang-bincang dengan Kang Memed selaku dedengkot Dangsak, upaya kearah itu sudah mulai dilakukan. Disamping sepatu model “Jaka Sembung”, konon model topeng raksasa juga akan diperbaharui. Bahkan, koreografer akan didatangkan jika sudah ketemu dengan orang yang mampu dan mau dibayar murah. hehe
Tidak hanya kita, pemerintahpun sebenarnya punya kewajiban untuk menjaga warisan budaya ini agar tidak hilang dan hanya menjadi cerita. Tetapi selama ini kita tidak tahu apa kerja dari dua dinas berbeda yang membidangi seni dan kebudayaan itu.
Ataukah budaya kita harus dilacurkan dulu ke negara tetangga agar mendapat perhatian karena efek dari kebakaran jenggot?
Jangan!
NAUFAL
Agu 22, 2008 @ 07:33:00
sedikit info: gambar belum diupload karena kendala akses. tunggu ya..
shun
Agu 22, 2008 @ 07:51:00
wah, cepet ya>>aku sue ora nonton, terakhir nonton kayane taun 98, hehe>>btw ana sejarah e apa ora kiye kang? mungkin nyeritakena apa kyk kue..>>d tunggu foto ne 🙂
ayos
Agu 23, 2008 @ 13:01:00
Dangsak?, kayaknya aku belum pernah liat deh….
Kang Nur
Agu 24, 2008 @ 21:20:00
Lha saya kira itu kalo plesetan dari DANSA je… 🙂 jebul DANGSAK itu mirip warok-warokan ya?
ayo ke jepang
Agu 25, 2008 @ 11:31:00
terus terang aku ya ora tau krungu dangsak>>ngerti ne ya cepet 😀
Takahara Hideyoshi
Agu 25, 2008 @ 11:32:00
btw nang watulawang cepet e wis pada rusak kayane, terutama rambut e sing di gawe sekang ijuk kae..
NAUFAL
Agu 26, 2008 @ 23:17:00
@Kang Shun: sejarah dangsak/cepet saya blm tau. Kmrn suruh ke Pak Parta sesepuh dangsak dr Kebayeman tp blm sempat. >dangsak nang watulawang kayane memang terkendala regenerasi. kl di Peniron soalnya yg bikin grup remaja.>@Kang Nur: dangsak bs mirip warok2an tp pake topeng “buto”(raksasa). tp seni ini memang lokal banget, ndak populer ke luar desa. dalam satu desa aja barangkali ada yang tdk tahu.
sugi
Agu 27, 2008 @ 12:02:00
Dangsak…iya nyong kelingan wektu tahun 2006 kayane aku pernah nonton nang UI Depok pas ana temu akbar IWAKK WALET EMAS……nek ora salah wektu kuwe sekang daerah karanggayam…ning aku ora nonton ngasi rampung wong tempat pentas e adoh nang luar gedung….
shun
Agu 28, 2008 @ 09:06:00
oh, pak Parta wong dungkul apa? sanding e kuburan?
Anonymous
Agu 28, 2008 @ 10:49:00
aku wis sue ora nonton cepet, kangen juga nih.., terakhir tahun 1989. Nek dangsak pentas nang UI berarti sing dadi sponsor mungkin pak Syukur, wong karanggayam sing dinas nang UI
Anonymous
Agu 28, 2008 @ 11:00:00
Semoga di tahun depan dangsak bisa ikut karnaval di kabupaten kebumen, saya yakin dengan kegigihan pemuda2 di peniron bisa terlaksana, jika dangsak akan lebih di kenal di masyarakat kab. kebumen, siapa tahu para pejabat pemerintah jadi melek untuk membantu mengembangkan seni dangsak.
tukange ndopok
Agu 28, 2008 @ 15:27:00
Gambar diatas (yg ke-2) diambil saat ikut karnaval di kabupaten sebagai upaya mengenalkan dangsak. >Utk mempopulerkan, dangsak juga hrs ‘mendandani’ diri utk laku ‘dijual’. Mnrt saya, terpenting skrg bgmn agar dangsak bisa ttp diuri2 utk eksis sbg seni khas Bumen utara, tentu upaya utk mempopulerkan juga terus b’jalan. Mngkn begitu..
ProMedia Indie Software
Agu 28, 2008 @ 19:05:00
Setahu saya sedari kecil, yang juga bersekolah di SD yang selalu menggunakan kesenian ini sebagai pendukung acara peringatan HUT RI, ditempat asal (mungkin) kesenian ini, yaitu Desa Watulawang, disebut atau bernama “CEPET” saja. Sedangkan sebutan “DANSAK” atau “DANGSAK” itu seingat saya pada mulanya diucapkan atau berikan oleh orang Peniron entah oleh siapa namun yang jelas kemudian menjadi populer. Terlebih lagi setelah tokoh kesenian dari Perkutukan-Peniron membentuk kelompok kesenian ini, sebutan “DANGSAK” menjadi lebih dominan.>>Senang sekali apabila kesenian ini akan lebih dikembangkan lagi dari berbagai sisi, misalnya : Dari topengnya sendiri, rambutnya pake Wig atau rambut sintetis, pakaian, koreografi, musiknya kalau pawai menggunakan Drum Band yang disesuaikan aransemen-nya, dan penting juga bahwa kesenian ini harus mengandung pesan moral yang positif. >>Seperti kesenaian khas Peniron yaitu Janeng, mungkin Cepet atau Dangksak akan lebih mempopulerkan Peniron…..>Bener lho….ketika ketemu orang Kebumen dan bilang kalau kita berasal dari Peniron langsung disebutnya “Janeng”…>Di perumahan tmpat saya tinggal ada Ikatan Warga Kebuman (IWAKE)…Kalau ngobrol sama mereka saya bilang orang Peniron, langsung dia bilang “Oo..nggon Janeng ya Mas…???”….. >>Bisa juga suatu saat DANGSAK juga akan disebut…>>Hidup dengan keagamaan, berkebudayaan, kemasyarakatan, berkesenian tentunya bisa memberikan makna positif tersendiri daripada hidup hanya disibukkan oleh rutinitas dan gaya hidup individual seperti yang terjadi pada masyarakat perkotaan sekarang ini.
tukange ndopok
Agu 29, 2008 @ 11:32:00
@kang Shun: sy cm dikasih tau Pak Parta kebayeman. Gitu tok, orgnya blm tau.>@kang Wardie: matur nuwun masukannya. Moga2 kedepan wacana2 ttg uri2 dan mempopulerkan seni DANGSAK/CEPET akan menjadi kenyataan.
gepeng
Agu 31, 2008 @ 04:16:00
test uji coba
wawan
Sep 13, 2008 @ 15:04:00
dangsak??? aku wong kr.sambung ning mandan asing nek jenenge dangsak.. ngertine : ebeg , menoreng, lengger,, jadi …. bagus banget neh kesenian kesenian tradisional kita memang harus dilestarikan,. biar nantinya tetep bisa dinikmati cucu kita… bocah siki jere keseniane nge-band,,,he he he lamknalnehh
rio
Sep 14, 2008 @ 09:11:00
kalo dangsak sy tau tp dah lama ga nonton. dangsak kalah pamor sama kuda lumping alias ebeg. mungkin salah stunya dari musiknya yg kurang enak di dengar. ga tau kalo skrng.
NAUFAL
Sep 15, 2008 @ 01:05:00
@kang Wawan, kl mau nonton dangsak/cepet besok lebaran pasti mentas. >Biasane jadi menu wajib teman2 perantauan. Selain itu ada peresmian jembatan juga nanggap.>Kl minat, bsk sy ksh kabar dan main saja ke Peniron. >Semoga generasi kita bisa nguri2 dan tak malu dibilang kuno.>Jgn smp kita menjadi bangsa yg tak punya jati diri krn alergi thd budaya kita.>Belajarlah pada negara Jepang. …Mungkin begitu… >@kang Rio, wacana mengembangkan dangsak terus dilakukan. Mudah2an terealisasi. Mari kita dukung.
johnybf
Jul 24, 2011 @ 10:49:52
kalau di Karanggayam, namanya Cepet (dibaca pake huruf k’e’pang’ bukan k’e’bo)