Entah keberuntungan atau malah kebuntungan, Peniron memang belum masuk dalam peta desa yang rawan kekeringan sehingga belum pernah mendapat bantuan air bersih dari pemerintah. Dalam hal kebutuhan air bersih, Peniron memang belum separah desa sekitarnya seperti Prigi, Watulawang dan desa-desa disebelah utara (kec. Karanggayam).
Tetapi, kondisi terkini selalu jauh lebih buruk dari sebelumnya. Sekarang, ketika kemarau baru jalan 2 bulan, air susah sulit didapat. Sungai-sungai telah kering. Sumur-sumur yang biasanya masih cukup air, harus menunggu penuh untuk bisa disedot dengan pompa.
Sebagian petani yang “nekat” menanam padi bahkan harus gigit jari lebih awal. Tanaman padi terpaksa dibiarkan puso karena air sulit didapat. Sebagian yang terpaksa merogoh kocek 15.000 per-jam untuk menyewa mesin pompa pun akhirnya menyerah akibat tak sebandingnya antara biaya dengan hasil. Untuk menyiram petak sawah seluas 50 ubin paling tidak dibutuhkan waktu 10 jam penyiraman dan karena paling tidak harus dilakukan 2 kali penyiraman sampai bisa panen. Disamping mahal, sekarang sudah susah mendapat sumber air, kecuali sawah yang dekat dengan Luk Ulo.
Di daerah “atas” seperti Watucagak, Pranji, Curug dan Silampeng, air telah menjadi barang yang sangat berharga. Sebagai langkah penghematan air, mereka rela jika hanya mandi sekali sehari.
Disamping kebutuhan air, kebutuhan pakan ternak juga menjadi problem rutin jika kemarau. Masyarakat Peniron yang sebagian besar mempunyai ternak harus mencari rumput sampai selatan Kebumen yang berjarak lebih dari sepuluh kilometer. Bahkan demi memenuhi pakan ternak, petani harus mengeluarkan uang ratusan ribu untuk membeli jerami jika sawah-sawah didaerah yang irigasi teknisnya baik mulai panen.
Problem di atas memang tidak hanya terjadi di Peniron, bahkan mungkin ada daerah yang lebih sulit. Tetapi kalau dibiarkan terus menerus, haruskan semua daerah akan menjadi daerah rawan air?
Setiap tahun, pemerintah memang intens membangun sarana air bersih di daerah kering untuk mengurangi krisis air bersih. Tahun inipun Peniron akan dibangun sarana Air bersih melalui program PAMSIMAS. Tetapi sejak disosialisasikan 3 bulan yang lalu, program ini belum terealisasi karena terlalu bertele-telenya mekanisme program ini melalui para fasilitator dan LSM pendamping program. Mungkin program ini akan diluncurkan menunggu puncak kemarau dan akan terisi pada saat hujan. Begitulah, idealisme dan tujuan baik kadang bisa menjadi buruk kala tak menyesuaikan dengan realita.
Lantas, apakah program pembangunan sarana air bersih adalah solusi mengatasi kekeringan? Dalam jangka pendek mungkin iya, tetapi apalah artinya sarana air bersih jika tak ada lagi sumber air?
Maka, mengembalikan sumber-sumber air dengan merehabilitasi rusaknya lingkungan adalah jalan yang harus dilakukan.
Hijaukan Daerah Aliran Sungai, ganti hutan dengan tanaman yang menyimpan air, hijaukan bumi tanpa ada penebangan dan kampanyekan secara terus menerus untuk menyadarkan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Jika ini serius dilakukan, mungkin bumi akan bersahabat dan sumber air akan menghidupi kita kembali.
Selama ini, belum ada pemimpin yang concern mengenai masalah bumi sebagai program kerja. Keserakahan telah membuat lupa, bahwa kita punya tugas sebagai khalifah menjaga bumi. Penyelamatan bumi baru menjadi ladang pekerjaan para aktifis lingkungan hidup sehingga dibutuhkan kerja ekstra keras karena kita terlanjur busuk dalam memperlakukan bumi ini.. Dan, jangan menjadikan fenomena pemanasan global sebagai penyebab, karena sebenarnya kitalah biang keladinya.
………….Krisis BBM, Krisis Listrik, Krisis Ekonomi, Krisis Moral, Krisis Air, dan entah apalagi….. Ah pusing amat, yang penting mari jaga bumi demi kita dan anak cucu kita!
Komentar Terakhir